TRIBUNNEWS.COM -- BISNIS ternak kelinci memang tak semenjamur ternak sapi atau kambing. Lagi pula, orang yang doyan menyantap olahan daging kelinci juga belum sebanyak yang gemar menyantap daging sapi atau kambing.
Namun siapa sangka keuntungan beternak kelinci ternyata cukup banyak. Bahkan air kencingnya pun bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi.
Ise Jaenal Ihjar (46), salah seorang peternak kelinci di sentra budidaya kelinci di RT 01/14 Kampung Sanding, Desa Sindangsari, Kecamatan Paseh, Kabupaten Ibun, mengatakan, pemanfaatan urine kelinci memang belum banyak. Pasalnya khasiatnya memang belum terbukti secara ilmiah.
Akan tetapi banyak petani mempercayai urine kelinci memiliki manfaat untuk pertumbuhan tanaman dan mengembalikan kesuburan lahan. Berdasarkan pengalaman para petani yang mencoba urine kelinci sebagai pupuk hasil panen menjadi meningkat dan menghemat biaya operasional pemupukan tanaman padinya.
"Dengan menggunakan urine kelinci dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan dalam kegiatan usaha tani. Apalagi satu liter urine biasanya dijual Rp 1.500. Bahkan terkadang diberikan secara cuma-cuma," ujar Ise di kediamannya, Senin (18/2/2013).
Dikatakan Ise, usaha beternak kelinci sebenarnya juga menguntungkan ketimbang beternak sapi atau kambing. Pasalnya kelinci sudah siap kawin ketika berusia 6 bulan. Masa kehamilannya juga singkat, yakni 30-40 hari. Sekali beranak kelinci bisa melahirkan 5-10 ekor kelinci.
"Kalau sapi atau kambing baru setehun bisa produksi. Tapi kalau kelinci setahun bisa empat sampai tujuh kali. Bahkan sampai usia enam tahun masih ada yang mampu memproduksi," ujar Ise.
Di samping itu kelinci merupakan binatang ternak yang mudah dipelihara dan dirawat sehingga biaya produksi relatif murah. Cukup dengan memanfaatkan pakan dari rumput yang ada di kebun atau sawah.
Bahkan dengan sintrong (jenis rumput), kelinci tersebut mampu menghasilkan urine 25 liter dalam sehari sehingga keuntungan tak hanya diperoleh dari menjual dagingnya saja.
Bahkan dengan sintrong (jenis rumput), kelinci tersebut mampu menghasilkan urine 25 liter dalam sehari sehingga keuntungan tak hanya diperoleh dari menjual dagingnya saja.
"Setiap bulannya bisa mengantongi untung bersih sekitar Rp 2,5 juta. Keuntungan itu dengan skala peternakannya minimal 50 ekor kelinci. Dan dari setiap 50 ekor indukan kelinci lokal itu mampu menghasilkan 250 ekor setiap bulannya," kata Ise.
Dikatakan Ise, setiap ekor kelinci lokal yang berusia satu bulan dihargai Rp 10 ribu. Biasanya kelinci-kelinci ini dimanfaatkan sebagai santapan hewan di kebun binatang. Itu sebabnya permintaan kelinci lokal bisa dikatakan besar, mulai dari kelinci berusia satu bulan sampai enam bulan.
"Di Kota Bandung sendiri permintaan kelinci lokal sebetulnya sampai 500 ekor per bulannya. Belum permintaan di luar Bandung atau Jabar. Misalnya, batam yang bisa mau menampung sekitar 1000 ekor per minggu," kata Ise.
Beternak kelinci jenis hias pun memiliki keuntungan yang besar. Harga anakannya saja bisa mencapai lima sampai sepuluh kali lipat dari harga kelinci lokal. Karena itu jika dalam sebulan seekor indukan bisa melahirkan 5 ekor, maka per ekor peternak kelinci bisa meraup untung hingga Rp 50 ribu dalam sebulan per ekornya.
"Kalau untuk kelinci hias biasa diambil bandar langsung. Biasanya dijual di Banjaran atau Lembang," kata Ise yang mengaku lebih fokus ke kelinci lokal lantaran penjualannya berlangsung rutin.
Dikatakannya kelinci dengan harga Rp 50 ribu, yakni plum, angora, reksa, dat, himalaya, britania, ten dan lainnya. Sedangkan kelinci yang memiliki nilai jual tinggi adalah jenis satin bisa mencapai Rp 100 ribu. (tribun jabar/teuku m guci s)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar